oleh: Dr Noviardi Ferzi Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik
Pernyataan PT Sinar Anugerah Sukses (PT SAS) yang menyebut semua perizinan “clear” dan tidak melanggar Perda RTRW Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2024 tidak bisa serta merta diterima begitu saja.
Karena fakta regulatif yang berlaku hari ini menunjukkan ada persoalan mendasar pada aspek pemanfaatan ruang.
Perda RTRW Kota Jambi yang telah resmi berlaku sejak 25 Mei 2024 sudah menetapkan pola ruang dan zonasi baru untuk wilayah Kota Jambi, termasuk untuk kawasan Aur Kenali, Telanaipura.
Dalam dokumen itu, kawasan tersebut ditetapkan dominan sebagai area permukiman, ruang terbuka hijau, dan penyediaan air baku.
Itu artinya, kawasan itu bukan zona untuk industri pertambangan, bukan pula untuk terminal stockpile batubara serta jalan khusus batubara.
Jadi, meskipun PT SAS mengaku memiliki izin sejak 2014–2015, legalitas historis tidak otomatis bebas dari kewajiban untuk mengikuti perubahan tata ruang yang telah ditetapkan kemudian.
Perubahan tata ruang bukan formalitas birokrasi, tetapi norma hukum yang mengikat pemanfaatan ruang ke depan.
Izin masa lalu wajib tunduk pada norma tata ruang terbaru. Jika izin lama dibiarkan menjadi dasar pembenaran operasional baru tanpa penyesuaian terhadap zonasi aktual, maka itu artinya kita sedang membiarkan kegiatan ekonomi berjalan di luar frame hukum yang berlaku saat ini.
Selain itu, aspek sosial-lingkungan juga jelas muncul. Warga Aur Kenali sudah menyatakan keberatan, karena speak up masyarakat tentang ruang hidup mereka bukan sekadar keluhan emosional, melainkan bagian integral dari prinsip kehati-hatian pembangunan.
Stockpile batubara bukan aktivitas tanpa resiko: ia membawa dampak debu, lalu lintas berat, potensi degradasi kualitas air permukaan.
Ini bukan sekadar debat administrasi izin, tetapi menyentuh ruang hidup dan kesehatan publik.
Narasi “semua izin clear” menjadi problematis juga karena pemerintah kota sendiri disebut belum pernah memberikan persetujuan pemanfaatan ruang yang sesuai zonasi aktual.
Artinya, izin pusat atau provinsi pun tidak otomatis memutihkan kewajiban pemanfaatan ruang di tingkat kota.(*)








