REPORTASE NUSANTARA – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui penghentian penuntutan dua perkara pidana umum melalui pendekatan Restorative Justice (RJ).

Dua perkara tersebut berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) dan Kejaksaan Negeri Bungo dengan tersangka Irayati alias Ira dan Sarah.

Keduanya didakwa melanggar Pasal 80 jo Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2016 menjadi Undang-Undang.

Persetujuan penghentian penuntutan disampaikan oleh Jampidum melalui Direktur Oharda, Nanang Ibrahim, pada ekspose perkara yang dilaksanakan pada Kamis (29/8/ 2024) sekira pukul 08.00 WIB.

Kegiatan tersebut juga dihadiri Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Riono Budisantoso, bersama dengan Aspidum, Koordinator, serta para Kasi bidang Pidum Kejati Jambi.

Setelah mendengarkan paparan dari Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur dan Kepala Kejaksaan Negeri Bungo, kedua perkara tersebut dinyatakan memenuhi syarat untuk dihentikan penuntutannya melalui keadilan restoratif.

Baca Juga:  Jelang Pilkada Serentak 2024, Bawaslu Kolaborasi dan Bangun Sinegritas dengan Kejati Jambi

Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jambi, Noly Wijaya mengatakan, alasan utama penghentian perkara tersebut karena telah terjadi perdamaian antara tersangka dan korban, serta karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

“Pendekatan Restorative Justice ini dipilih untuk mengedepankan penyelesaian yang lebih manusiawi dan seimbang, mengutamakan perdamaian dan pemulihan hubungan antara korban dan pelaku, daripada sekadar memberikan hukuman pidana,” bilang Noly Wijaya.

Sejak Januari 2024 hingga saat ini terdapat 19 perkara yang telah dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restorative Justice di Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Jambi.(*)