REPORTASE NUSANTARA – 20 tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2004, bencana tsunami menghantam Aceh dan sekitarnya. Ribuan korban meninggal dunia dan ribuan warga Aceh kehilangan harta benda serta tempat tinggal karena disapu tsunami.
Banyak kisah yang mengharukan dari mereka yang selamat dari salah satu bencana terbesar di Indonesia itu. Satu di antaranya kisah seorang prajurit TNI yang bertugas di Aceh ini, hingga mengikhlaskan keluarganya. Hingga kini jasad istri dan dua anaknya yang berusia 6 tahun dan yang kecil 6 bulan, tidak ditemukan.
Pada Minggu pagi yang tenang itu, seorang prajurit TNI yang bertugas di salah satu daerah di Aceh, sedang berjalan pulang untuk menemui istri dan dua orang anaknya yang tinggal di asrama. Namun, gelombang dahsat tsunami tiba-tiba memecah ketenangan di pagi itu.
Diawali dengan gempa 8,9 SR, dan selang tidak lama, gelombang tsunami yang mencapai tinggi 30 meter menghantam Aceh, provinsi paling barat di Indonesia yang berada di pesisir pantai. Suasana mencekam dan teriakan histeris warga meluluhlantakkan suasana tenang di pagi itu.
Mencari hingga lebih dari satu bulan, ia harus rela melepas kepergian keluarga untuk selama-lamanya. Mereka tak pernah ditemukan
Tugas ke Aceh
Pengalaman seorang prajurit TNI asal Ujung Pandang, Sulawesi Selatan begitu pahit. Berpindah tugas ke Aceh membuatnya harus menghadapi kepiluan seorang diri.
“Saya dipindahkan ke Banda Aceh sejak referendum,” ujarnya dalam video yang diunggah pada chanel YouTube TNI IN ACTION.
Saat itu, ia berpindah ke Aceh bersama dengan seorang istri dan dua orang anak yang masing-masing masih berusia 6 tahun dan 6 bulan. Saat kejadian berlangsung, ia menjabat sebagai Danpos di salah satu daerah di Aceh.
“Istri satu, anak dua yang pertama 6 tahun yang kedua 6 bulan,” tambahnya.
“Jadi pada saat itu, saya diperintahkan menjabat sebagai Danpos,” ungkapnya.
Minggu pagi itu merupakan momen yang tak pernah ia lupakan. Di tengah jalan, prajurit kelahiran tahun 1974 ini merasakan gempa bumi yang begitu dahsyat. Padahal saat itu ia ingin menemui istri dan anaknya.
“Pada saat itu, hari Minggu tanggal 28 Desember saya berangkat. Saya berangkat pagi ikut rute sampai di Pelabuhan, pas keluar di Peukan Bada, gempa. Jam 8 sekian menit, gempa. Saya berhenti dan saya berdoa di situ. Gempanya itu kurang lebih 15 menit,” terangnya.

Terjebak Air Tsunami
Tak berselang lama, air pasang tsunami pun menghampirinya. Ia tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan pulang untuk menemui keluarga. Baru beberapa langkah hendak menyelamatkan diri, gelombang telah lebih dulu menyapu langkah kakinya.
“Setelah itu, gempanya reda. Saya lanjutkan perjalanan lewat koramil. Waktu lewat, orang sudah teriak air air. Jadi sudah panik, jalanan sudah penuh. Orang sudah ketakutan, panik. Nah dari situ baru empat langkah, air sudah sampai,” ucapnya.
“Keluarga masih di rumah semua,” tambhanya.
Hanyut Dibawa Gelombang Tsunami
Dashyatnya kecepatan gelombang membuatnya tak bisa berkutik. Ia tak sadarkan diri. Gelombang tsunami membawanya ke atas batang pohon. Ia selamat.
“Air sudah menangkap, enggak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan saya terbawa dan tidak sadar.
Rupanya saya sudah nyangkut di atas pohon asam. Itu jaraknya sekitar 3 Km dari kejadian saya ketangkap air sampai di sana,” ungkapnya.
Gelombang tsunami mereda. Ia lantas berusaha kembali ke asrama, tempat keluarga dan kerabatnya berada.
Ia tak menemukan siapa pun di lokasi. Semua bangunan tak bisa ia kenali lagi saat itu, karena rata disapu tsunami.
“Itu mata saya selama 5 jam kabur, mana penjagaan, mana rumah mana ini enggak kelihatan sambil nangis kayak orang gila. Stres lah katakan seperti itu. Saya panggil komandan saya, istri saya, kawan saya, semua,” katanya.
Tak Pernah Temui Jenazah Istri dan Kedua Anak
Tak putus asa, ia tetap mencari keluarganya ke seluruh tempat yang memungkinkan. Sejauh 8 km ia tempuh demi mendapatkan secercah harapan mengenai keberadaan sang istri. Tak ditemukan apapun.
“Jadi istri enggak ada sampai satu bulan. Saya usahakan cari sampai belakang 8 km dari asrama, keliling ke kampung-kampung, enggak ada. Sama sekali,” kenangnya.
Sejak saat itu, ia berusaha pasrah dan ikhlas. Ia sadar, jalan Tuhan tak pernah salah. Ia telah merelakan sang istri dan kedua anaknya untuk selama-lamanya.
“Jadi adanya kejadian ini, saya ikhlas. Karena ini takdir dari Yang Kuasa. Dan dari kejadian ini pun, saya ambil kesimpulan apalah arti hidup ini. Tidak ada artinya pangkat jabatan, dan kekayaan enggak bisa dibawa. Cuma iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kisahnya.(*)
Cerita lengkapnya bisa ditonton di chanel YouTube TNI IN ACTION