Oleh : Komjen Pol Prof Chryshnanda Dwilaksana

Dewi keadilan yang tertutup matanya dan membawa neraca maupun pedang dijadikan simbol hukum bagi suatu keadilan. Hukum menjadi ikon peradaban. Penegak hukum dan sistem-sistem hukum maupun masyarakatnya saling berkaitan dalam suatu ekosistem peradaban bangsa modern dan demokratis. Hukum ditegakan bagi ĺkemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban.

Penegak hukim juga penegak keadilan, karena memiliki kewenangan diskresi, alternative dispute resolution maupun restortive justice. Dasarnya ada pada : nilai nilai, etika, norma maupun moral. Bailey menyatakan :” the execive of discretion is a potential source of coruption.

Hukum produk politik, namun tetap pada konteks dan koridor kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban tatkala ditegakan tidak ditemukan rasa keadilan maka dspat diabaikan dengan mengambil tindakan diskresi, Alternative Despute Resolution maupun Restorative Justice.

Tatkala hukum berselingkuh dengan politik apalagi menjadi alat politik maka hukum menjadi ” character assasination”/ pembunuhan karakter. Analoginya Dewi keadilan matanya plirak plirik menjajakan kewenangan, ” wani piro?”. Hukum yang tidak berkeadilan akan menjadi pasar, dan menjadi herder oligarki, menjadi asu gede menang kerahi. Hukum tidak berani tebang habis, tebang pilih yang tajam ke bawah, lemah ke samping dan tumpul ke atas. Hukum tanda suatu bangsa berdaulat, berdaya tahan, berdaya tangkal dan berdaya saing.

Baca Juga:  Kawa Daun, Berangkat dari Kerinduan akan Seduhan Kopi

Tatkala hukum dan para aparaturnya keple, terbeli, mabuk dan kecanduan kepentingan, maka akan tidak fair. Kekuasaan dan kewenangannya sebatas ” pokok e ” walau itu sejatinya memamerkan ” pekok e “.

Hukum dan para penegak hukumnya dan proses pembangunan dan pembentukan hukumnya merupakan ksatria, senopati ing ngalogo, yang menjadi ikon kecerdasan, kebenaran dan keadilan. Tidak boleh ingah ingih, ragu ragu, karena kalau ingah ingih dan peragu maka akan malpraktek. Dari salah informasi, salah tangkap maupun salah penetapan.

Hukum memang kompleks tatkla ada kekeliruan aparaturnya ada mekanisme hukum yang disampaikan melalui pra peradilan. Di situlah hukum itu transparan, akuntabel dan menjadi kepastian serta sandaran bagi adanya pengayoman dan perlindungan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tatkala hukum menjadi pasar dan sarat kepentingan, hukum akan terus dilecehkan dan tidak lagi dianggap penting karena bisa terbeli atau bisa ditekan atau ditakut takuti. Di situlah mafia dan premanisme bagai spora di musim hujan ada di mana mana. Asu gede menang kerahe siapa njegog paling keras akan menangan.

Hukum akan terinjak injak yang berarti sama dengan menginjak injak peradaban. Dewi keadilan bisa saja menjadi Dewi Durga yang sedang menumpahkan amarah. Tanpa malu, tanpa ragu bahkan memamerkan dam membanggakan berbagai perkeliruan.

Baca Juga:  Waktu Terkabulnya Doa, Berikut Ini Sejumlah Keistimewaan Hari Jumat dalam Islam

Hukum menjadi harapan tatkala political will kuat, aparat teguh pada keutamaan dan tidak hanyut dalam berbagai kepentingan, sistem hukum transparan dan akuntabel tetap pada koridor keadilan, kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Simbol Dewi keadilan memegang pedang dan timbangan menunjukan jiwa kebesarannya, independen, tidak tergoyahkan rasa dan hati nurani diutamakan.

Keberanian membela kejujuran, kebenaran dan keadilan bagi kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Akuntabilitasnya secara : moral, hukum, administrasi, fungsional dan sosial.

Lemdiklat dalam pembelajaranya mengajarkan keadilan bagi kemanusiaan melalui tindakan diskresi.

Diskresi merupakan kebijaksanaan pengabaikan hukum atau pelonggaran hukum demi : kemanusiaan, keadilan, kepentingan umum atau untuk edukasi. Landasan diskresi adalah nilai norma moralitas di luar itu dapat menjadi potensi penyimpangan bahkan menjadi tindakan korupsi.

Kebijaksanaan dalam diskresi adalah suatu ketulusan bukan pamrih atau rekayasa yang dibuat buat seolah olah baik diujungnya ada kepentingan sesuatu baik barang uang atau peluang kesempatan yang terkait dengan sumber daya.

Diskresi ini sebenarnya bisa silihat dalam konteks yang luas tidak sebatas perorangan namun juga bisa dilihat diskresi birokrasi, bisa juga dilihat sebagai diskresi justisia atau diskresi yang terkait pada restorative justice maupun Alternative Dispute Rosolution.

Baca Juga:  17 Kata-kata Indah Memperingati Maulid Nabi Muhammad 1446/2024

Kendali dari diskresi ada pada nurani dan moralitas untuk benar benar menunjukkan kebijaksanaanya bukan untuk memeras atau membackingi perkeliruan atau sesuatu yang ilegal.

Diskresi ini bisa digambarkan seperri kue donat ranah pada lobang tengah itulah ranah diskresi demi kemanusiaan, keadilan, kepentingan yang lebih luas dan edukasi yang dibatasi nilai, norma, etika, moral. Di luar itu merupakan korupsi.

Pengabaian hukum yang berdampak pada terjadinya penyimpangan dapat dilihat sebagai diskresi aktif dan diskresi pasif. Diskresi pasif semestinya bertindak tetapi tidak bertindak atau pembiaran karena sudah menerima sesuatu atau suap. Sebaliknya diskresi aktif, yang semestinya tidak melakukan tindakan tetapi melakukan tindakkan karena ada keinginan atau harapan untuk mendapatkan sesuatu atau pemerasan.

Diskresi pada kebijakan publik ini merupakan suatu solusi jalan tengah untk memberikan dispensasi dengan persyaratan tertentu krn ada sezuatu dampak yg luas. Tindakan diskresi dlm kebijakan publik merupakan solusi dengan kesepakatan bersama yang merupakan solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak karena ada kepentingan kemanusiaan atau bagi harkat hidup bagi banyak orang. Ini yg menjadi pertimbangan atau menjadi dasar menemukan akar masalah dan solusi yang diterima semua pihak.(*)